Minggu, 17 Juni 2012

Hilangnya Buku Pe-Er

Buku Naluri yang Hilang
"Nalur!"
Langkah Naluri terhenti ketika memasuki halaman sekolah. Ada suara yang memanggil namanya. Naluri berpaling ke belakang. Nalari juga ikut menoleh. Sementara yang memanggil berlari kecil sehingga mereka sejajar. Kemudian, mereka berjalan beriringan.
"Nanti jadi kan, kita main ke rumah kamu?" tanya Dita memastikan seperti yang sudah direncanakan kemarin.
Cengkeraman tangan Nalari pada Naluri memaksanya berhenti berjalan. Ada pancaran mimik tak suka pada raut muka Nalari. Naluri mengibaskan tangannya pelan. Dita tidak begitu memerhatikan.
"Hmmm...maaf, Dit. Apa tidak bisa kita ubah rencana itu?" tanya Naluri melanjutkan langkahnya menuju ruang kelas.
"Maksudmu...dibatalkan, begitu?"
Kali ini, Dita berdiri menghalangi langkah Naluri.
"Ya, karena Nalur entar mau pergi!" sahut Nalari tiba-tiba.
Naluri tersentak.
"Pergi kemana, Nalur?"
Dita memegang pundak Naluri yang terdiam. Naluri melirik Nalari.
"Kok diam? Kemana?' desak Dita.
"Eh, kalau dibilang pergi, ya pergi!" sentak Nalari.
"Aku tidak tanya kamu!" Dita jadi tersinggung.
"Tapi, aku saudaranya. jadi, aku lebih tahu apa yang hendak dilakukan Nalur!"
Dita memandang sinis Nalari yang memang punya watak berbeda dengan Naluri. Wajahnya saja yang rada mirip. Postur tubuhnya juga. Bahkan, mungkin orang akan mengira, mereka adalah saudara kembar.
Mereka hanya beda satu tahun. Keduanya kini sama-sama kelas empat SD. Naluri duduk sebangku dengan Dino. Nalari dengan Anto. Pernah Nalari disuruh duduk dengan Naluri, tapi Nalari tidak mau. Mungkin takut diledek temannya terus. Wajar saja, mereka sangat beda watak dan sifatnya. Naluri anak yang rajin dan pintar di kelasnya. Sedangkan Nalari, suka menyontek dan berlaku kasar pada teman-temannya.
"Maafkan aku, Dit," kata Naluri memangkas kebisuan Dita.
"Tidak apa-apa. Tapi, bagaimana dengan Dino, Mina, dan Anto? Pasti mereka kecewa."
"Hai, Nalur...!"
Dino muncul ketika mereka memasuki kelas. Dita mengangkat bahu, lalu mendekati meja belajar untuk menaruh tas. Nalari juga demikian.
"Jadi kan, kita..."
Cepat, Naluri menarik tangan Dino tanpa memberi kesempatan meneruskan ucapannya. mengajaknya duduk di bangku.
"Kamu sudah mengerjakan pe-er?"
Naluri sengaja mengalihkan pembicaraan.
"Sudah," jawab Dino pendek.
"Kamu?" tanya Dino.
Naluri tersenyum. Usahanya berhasil.
"Sudah."
"Terus, nanti jadi kan, kita ke rumah kamu?"
Senyum Naluri jadi kecut kembali. ia membuka-buka buku pelajaran. Pura-pura tidak mendengar.
TEEEEEETTTT.....!!!
Bel sekolah tiba-tiab berbunyi. Alhamdulillah..., bisik Naluri senang. Bu Renata muncul memasuki ruang kelas. Anak-anak hening. Tidak ada yang bersuara.
Suara Bu Renata akhirnya memecah keheningan ruang kelas pada pagi yang cerah.
"Wa'alaikum salam warahmatullah wabarakatuh...!" sambut anak-anak serempak menjawab salam.
"Pe-er matematikanya harap dikumpulkan ke depan!"
Keriuhan menyeruak bersamaan Bu Renata selesai berkata. Satu-satu mereka mulai maju menyetorkan buku pe-er-nya.
"Apa yang kamu cari?" usik Dino melihat Naluri bolak-balik memeriksa isi tasnya.
"Buku pe-erku dimana, ya?"
Naluri mulai panik. Dino ikit membantu mencarikan.
"Apa tidak ketinggalan di rumah?" kata Dino setelah memastikan tidak ada buku yang dicari.
"Tidak mu ngkin!" gusar Naluri sambil terus memeriksa.
"Mungkin saja."
"Tapi, semalam sudah aku masukkan ke dalam tas usai belajar," jelas Naluri mengingat semua yang dilakukannya semalam.
"Nalur, tolong kamu tulis jawabannyapada papan tulis!" perintah Bu Renata mengagetkan Naluri.
Kepanikan benar-benar tidak terelakkan. ia garuk-garuk kepala. Tidak mungkin ia mengingat semua jawabannya. Ah, Naluri mendengus dan tanpa sengaja matanya bersitatap dengan Nalari.
bersambung.........